Selasa, 06 Desember 2016

Persamaan dan Perbedaan Filsafat dengan Matematika

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN MATEMATIKA
Jalin-menjalin antara metafisika (khususnya kosmologi yang merupakan ajaran-ajaran tentang jagad raya)  dengan matematika (khususnya geometri dan teori bilangan yang menelaah bentuk geometris dan sifat alami bilangan) sebagai mana dipadukan oleh filsuf-filsuf kuno kemudian diperkuat oleh ilmuan-ilmuan modern. Misalnya saja sebagai pelengkap dari pendapat Plato bahwa Tuhan senantiasa bekerja dengan metode geometri, ahli matematika C.G.J.Jacobi (1804-1851) menyatakan : ”God ever arithmetizes” (Tuhan senantiasa melakukan aritmatik). Pendapat Plato di atas juga terpantul dalam seni.
Suatu pristiwa terjadi dalam 1794 pada diri pelukis Inggris yang terkenal bernama William Blake (1757-1827). Ia melihat suatu pandangan khayal (vision) yang menunjukan Tuhan sedang menciptakan dunia ini dari ruang yang masih hampa dengan mempergunakan sebuah jangka sebagaimana layaknya seorang ahli geometri. Gambar bayangan itu berlangsung selama seminggu diatas tangga rumahnya sehingga akhirnya Blake memutuskan untuk melukiskan pada kanvas. Lukisan tersebut yang tampaknya mencerminkan ucapan Plato itu kini terkenal dan berjudul The anciet of Days (sepuluh Zaman).
Sejalan  artinya dengan kedua pernyataan itu seorang ahli astronomi dan fisika James H. Jeans (1877—1946) menyatakan bahwa ”the Architect of the universe now begins to appear as a pure mathematician” (Arsitek Agung dari jagat raya kini mulai tampak sebagai seorang ahli matematika murni). Sedang nama samaran Le Corbusier yang nama aslinya ialah Charles Edouard Jeanneret (887-1965) mengemukakan : ”Mathematics is the majestic structure conceved by man to grant him comprehension of the universe” (Matematika adalah struktur besar yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai jagad raya).
Seorang ahli astronomi terkenal yang berbicara tentang matematika dalam kaitannya dengan filsafat ialah Galileo Galilei (1564-1642). Ucapannya yang banyak dikutip orang berbunyi demikian : ”Philosophy is writen in this grand book, the universe, which stands  continually open to our gaze. But the book cannot be understood  unlees one first learns to comprehend the language and read the letters in which it is composed. It is written in the language of mathematics.” (Filsafat telah ditulis dalam buku besar ini, yakni jagad raya yang terus  menerus terbang terbuka bagi pengamatan kita. Tetapi buku itu tidak dapat dimengerti jika seseorang tidak lebih dahulu belajar memahami bahasa dan membaca huruf-huruf yang dipakai untuk menyusun.Buku  itu ditulis dalam bahasa matematik).

Menurut David Bergamini bahkan ada pendapat lebih ekstrim lagi dari Sir George Biddell Airy, seorang ahli astronomi dalam abad 19 yang mendefenisikan seluruh jagad raya sebagai sebuah mesin hitung yang berjalan abadi yang perkakas dan roda giginya ialah suatu sistem tak terhingga dari persamaan-persamaan diferensial yang dapat menghitung sendiri (a perpetual-motion calculating machine  whose gears and ratchets are an infinite system of self-solving differential equations).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar