4 Pertanyaan Immanuel Kant
Filsafat
ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan
corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara
mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang
teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya
pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dapat kita ketahui? (Jawabannya Metafisika)
2.
Apakah
yang boleh kita lakukan? (Jawabannya Etika)
3.
Sampai
di manakah pengharapan kita? (Jawabannya Epistemologi)
4.
Apakah
manusia itu? (Jawabannya Antropologi)
·
Apa
itu “Metafisika” ?
Metafisika
adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan
ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Cabang utama metafisika adalah
ontology, studi mengenai kategorisasi
benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Tokoh
filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali
sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai
realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati
melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari
tidur dogmatisnya menurut Kant (1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin
metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami
realitas sesungguhnya.
Pemikiran
Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin
mempertanyakan kembali wacana wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan
metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena
bersifat apriori.
Berbeda
dengan Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk
merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional
yang diwariskan Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik)
dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme
kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh
jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika
tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari
segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek
pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand),
melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang
rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa
diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant
sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.
Langkah
awal Kant dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan
yakni sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik
Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada
dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek
menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat
terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat
berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut Kant, dalam
metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori
seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada
fakta empiris. Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a
transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak
memiliki nilai epistemologis.
·
Apa
itu “Etika” ?
Etika
diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara
metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah
tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif.
Pemikiran
berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa,
Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat
pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David
Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas).
Filsafat
moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah
meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi
inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan
universal melalui subyek itu sendiri.
Karya
Kant tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of
Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals
(1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan
norma dan keutamaan moral.
Kant
mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan
baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant,
yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik
selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya
(otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan
belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi
kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas.
·
Apa
itu “Epistemologi” ?
Epistemologi
atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang
diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya;
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan
metode dialektis.
Kant
menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa
yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut
bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen
bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang
mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri
ke obyek.
Kant
menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak
yakni fakultas penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas
pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan
inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.
Kedua
fakultas saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas
penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan
pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas
memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima
dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan.
Dalam
bekerja, fakultas pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari
12 item menjadi syarat apriori. Kedua belas kategori ini adalah
kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative,
negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan
modalitas (problematical, assertorical, apotidical).
Menurut
Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada
kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada
pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan
pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila
dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman
inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi
Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas
(Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik
atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
·
Apa
itu “Antropologi” ?
Antropologi
adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia
melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora.
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang
berarti "Manusia" atau "orang", dan logos yang
berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar",
"berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang
memelajari manusia.
Antropologi bertujuan untuk
lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan
makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh
karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti
dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal
kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam
menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dengan orientasinya yang
holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang saling berkaitan,
yaitu: antropologi biologi, antropologi sosial budaya, arkeologi, dan
linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi
tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang
unik dan metode penelitian yang berbeda.
Sumber: Hawasi.
Immanuel Kant: Langit Berbintang di Atasku Hukum Moral di Batinku.
Jakarta, Poliyama Widyapustaka, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar