Manusia: Ciptaan dan Pencipta
Kesosialan
dan keotonomian tidak terlepas satu sama lain.
Hal yang sama juga bagi hubungan faktisitas sosial dengan manusia
sebagai pribadi. dimak sudkan dengan
faktisitas sosial adalah kebudayaan dan yang telah menjadi “faktum” Yaitu sudah suatu kenyataan sebelum aku dan tanpa aku. Dalam dalam suatu faktisitas sosial yang ikut
membentuk arti ini saya adalah ciptaan.
Karena saya merupakan ciptaan lingkungan maka pengaruh faktisitas
disamakan dengan suatu sosial. Namun, faktisitas sosial bukan hasil suatu proses
fisiologis dan biologis saja. Tidak ada
faktisitas sosial tanpa kehadiran manusia sebagai pencipta. Dan tidak ada suatu faktisitas sosial yang
menjadi subur bagi saya dan generasi sekarang kalau diterima secara pasif
saja. Untuk menjadi manusia zaman
ini, maka kebudayaan zaman ini harus
saya hayati dan saya hidupi. Dan lagi
saya ikut menciptakan faktisitas sosial untuk generasi mendatang. Maka,
saya sekaligus ciptaan dan pencipta.
Dua kebenaran yang hanya benar dalam kesatuan mereka. Faktisitas sosial ini bukanlah hasil proses
fisiologis dan biologis saja yang secara deterministis menentukan diri
saya. Manusia adalah ciptaan dan
sekaligus pencipta. R. Kwant mengatakan: “we makw the world which
make us, we realize ourself by making a
world that realize us”
Tidak
ada kebudayaan tanpa manusia yang membudaya.
Bahasa tidak akan terbentuk tanpa manusia yang berbicara. Tidak ada nyanyian tanpa manusia yang
bernyanyi. Bahasa cinta diciptakan oleh
orang yang saling mencintai. Ungkapan
cinta juga berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan. Terbentuklah pelbagai jenis kesenian, pelbagai jenis liturgi dan pelbagai jenis
lagu. Demikian juga dengan R. Bakker,
Het smaktunuhrm, dalam R.C Kwant, Menshelde.
Lihat juga Leahy, catatan
kelahiran suatu bahasa bukan sekadar proses alamiah saja, Tidak
setiap manusia
menciptakan bahasanya. Manusia adalah
makhluk sosial. Namun, suatu buday perorangan tak mungkin dihayati
tanpa dihidupkan kembali oleh orang yang meneriman Heide Kalau tidak, mudah saja untuk menjadi sekadar rutinitas
saja. Suatu bentuk tanty autentisitas
autentik, p hati. Segala ciptaan membutuhkan Pembaruan dan
ciptaan baru. Terus-menerus memburuhkan
nggamaronwo Justru ketegangan di antara manusia sebagai ciptaan dan pencipta
menjadi dasar kemajuan.
Manusia
bersifat sosial sekaligus otonom. Suatu
kebudayaan tanpa kehadiran diri manusia yang asli dan original menjadi suaru
kebudayaan mati. Faktisitas sosial
sendiri adalah khas manusiawi yaitu ciptaan manusia. Tidak mungkin setiap orang menciptakan gaya
dan alat musikrym sendiri. Ketegangan
yang dinamis antara penghayatan dan pengungkapannya,antan objekkan perayaan dan
liturginya, antara manusia sebagai
ciptaan dan pencipta adalah sesuatu yang khas manusiawi. Manusia mewarisi budaya dari
generasi-generasi sebelumnya Warisan masa lampau dihidupi, dan diteruskan kepada manusia.
Sumber:
Adelbert, 2004. Antropologi Berfilsafat. Yogyakarta:Pustaka
Filsafat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar