Sabtu, 03 Desember 2016

Eksistensi sebagai Pengalaman Asasi


Eksistensi sebagai Pengalaman Asasi
Manusia bukan objek belaka,  melainkan juga subjek. Filsafat harus kmbali pada pengalaman asasi. .  Pengalaman itu menyatakan bahwa manusia adalah eksistensi.  Apa yang dimaksud dengan istilah itu?
Kata"eksistensi dalam filsafat Eksistensialisme adalah suatu istiah filosofis yang mengandung arti khusus.  Kata "eksistensi"  dikhususkan untuk cara berada manusia yang khas.  Hanya manusialah yang bereksistensi.  Karena itu eksistensi tidak dapat disamakan dengan berada.  Pohon,  anjing dan segala yang bin pun ada tetapi tidak bereksistensi. 
Arti khas kata"eksistensi"  menjadi jelas bila dilihat susunan etimologisnya Kata itu terdiri dari “ex” yang artinya "keluar"  dan "sistensial"  yang artinyaberdiri.  Dengan mengatakan bahwa manusia bereksistensi berarti manusia baru mencmukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya.Tidak ada aku yang terpisah dari dunia.  Refleksi filosofis yang bertitik tolak dari aku yang terpisah dari dunia menjadi idealisme,dan refleksi filosofis yang bertolak dari suatu dunia yang terpisah dari aku menjadi Materialisme.  Hal ini bertentangan dengan pengalaman asasi manusia. 
Filsafat akan keluar dari kedua jalan buntu tersebut dengan merefleksikan kembali pengalamannya sebagai manusia. "Pusat diriku terletak di luar diriku”. Manusia adalah makhluk yang eksentris,  bukan dalam arti bahwa aku sudah menjadi aku baru kemudian keluar Maksudnya di sini bahwa"keluar dari diri"  berhubungan dengan hakikat manusia.  Manusia hanya dapat berdiri sendiri dengan keluar dari man asasi ini tidak dapat dibuktikan.  Pengalaman ini disebut diri sendiri.  Pengala'yatt primitif(faktum induk atau openunte initial"  Segala pengalaman yang lain bersifat sekunder dan baru dipahami dengan kembali ke pengalam an asasi ini asasi ini hanya dapat ditunjukkan sebagai suatu hal yang nyata. 
Istilah Martin Heidegger, "Dasein",  kurang lebih sama dengan eksistensi.  Kata'Da'  berarti"di sana"  dan kata'sin"berarti berada".  Berada bagi manusia selalu berarti berada di sini atau berada di sana.  Manusia selalu dalam konteks manusia-di dunia".  Manusia sebagai subjek hadir pada diri sendiri,  tetapi ia hanya hadir pada diri sendiri dengan hadir pada yanglain.  Manusia adalah makhluk yang eks-sentris.
Sumber: Adelbert, 2004. Antropologi Berfilsafat. Yogyakarta:Pustaka Filsafat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar